BERGURU PADA SANG MAHAGURU

97berguru-pada-sang-mahaguru

Sekolah Kristen Aletheia (SKA) adalah sekolah umum yang dimiliki oleh Sinode Gereja Kristus Tuhan (GKT) yang merupakan perwujudan dari salah satu hasil Sidang Sinode ke-3 , tahun 1970. Di tahun yang sama berdirilah SKA di Tembok Dukuh, Surabaya yang dikenal dengan SKA Surabaya yang menjadi ‘anak sulung’. Dengan visi menjadi sebuah sekolah unggul yang dipilih oleh masyarakat untuk menghasilkan siswa-siswi yang mencintai Tuhan, bersikap dan berperilaku santun, berjiwa mandiri, cerdas dan siap menghadapi tantangan zamannya; maka pada tahun-tahun berikutnya, berdirilah SKA Jember, Genteng (Banyuwangi) dan Lumajang bahkan Ampenan (Lombok Barat) dan Malang.

SKA Jember secara resmi mulai ‘beroperasi’ pada tahun 1974, untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) saja. Tahun 1978 SKA Jember mendirikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan tahun 1994 didirikan Taman Kanak-Kanak (TK) disusul Play Group pada tahun 2007. (sumber : https://skagkt.org).

Dengan latar belakang mengembalikan motivasi ‘pelayanan’ dan membangkitkan lagi semangat pendidikan dan pengajaran, maka pada tanggal 2-3 Juli 2012 bertempat di penginapan PTPN XII di Rayap, Jember, Departemen Pendidikan Kristen Aletheia (DPKA) Sinode GKT yang diwakili oleh Pdt. Markus Dominggus Lere Dawa mengundang tim YTWR untuk terlibat dalam pelayanan ini. Acara yang dibagi dalam enam kegiatan inti ini diikuti oleh 28 guru SKA Jember.

Berguru pada Sang Mahaguru menjadi tema besar kegiatan yang dilaksanakan di area perkebunan kopi ini. Melalui tema ini, para bapak dan ibu guru yang menjadi peserta retreat diajak untuk belajar menjalani profesi guru dari Yesus Kristus, Sang Mahaguru. Belajar pada Sang Mahaguru memang tidak mudah. Itu sebabnya kegiatan ini dikemas sedemikian rupa agar para peserta memiliki suatu wawasan alkitabiah tentang profesi guru, mereka melandaskan profesinya pada panggilan Allah dan visi Allah tentang seorang pendidik, mereka juga bisa membangun kerja sama tim yang positif sebagai sumbangan produktif untuk pembangunan SKA Jember, dan mereka juga mendapatkan pemulihan dari kelelahan rohani dalam menekuni profesi mereka.

Tepat pukul 10.00 acara retreat di Villa Koffie ini dimulai. Pelajaran pertama dan paling dasar dalam kegiatan ini adalah bagaimana kita bisa mendengarkan dengan baik. Mendengar menjadi pengalaman penting untuk mendapatkan banyak hal meskipun kegiatan mendengarkan itu tidak bisa berdiri sendiri. Ini menjadi gambaran umum kegiatan pertama acara retreat yang dipimpin oleh tim YTWR. Dengan motto : tidak ada orang yang tidak suka permainan, tim YTWR tampil membuka acara retreat ini dengan serangkaian permainan untuk mencairkan suasana, sehingga para peserta siap mengikuti acara ini dengan semangat. Tema kecil dalam acara pembukaan ini adalah ‘mendengarkan sang mahaguru’ yang bertujuan menolong peserta mengembangkan kemampuan mereka mendengarkan orang lain untuk membangun kerja sama tim yang bagus. Inilah juga yang memacu semangat tim YTWR untuk berbagi pelajaran rohani melalui permainan. Gilir Bambu menjadi permainan pembuka, mengawali serangkaian permainan yang sudah dipersiapkan tim YTWR. Permainan yang dipimpin oleh Pak Nur Wadik yang ‘berdarah’ Jember ini mampu mencairkan suasana, dan beliau menekankan “jangan hanya mendengar, tetapi mendengarkan”. Para peserta sangat antusias mengikutinya dan ini menjadi modal utama untuk melanjutkan permainan berikutnya. Kali ini giliran Pak Otty Priambodo yang mengajak para peserta untuk menjadi prajurit perang melalui permainan Hunus Pedang. Permainan ini membutuhkan ketenangan, kepekaan mendengar, daya ingat yang kuat serta kecepatan untuk membuka dan membaca bagian Alkitab yang ditentukan. Ini menjadi permainan yang dianggap ‘sulit’ karena ternyata tidak semua peserta ‘hafal’ urutan kitab-kitab dalam Alkitab. Selesai menjadi prajurit, Anna Theedens mengajak para peserta untuk berubah fungsi lagi. Permainan Induk Ayam menuntut para peserta untuk benar-benar menjadi tim yang kompak, peka untuk mendengar, peka untuk melihat peluang dan bersama-sama meraih peluang untuk mendapat “berkat”. Tiap-tiap kelompok punya panggilan/kode khusus sehingga para ‘induk’ harus hafal suara ‘anak-anak’ demikian sebaliknya. Permainan di halaman depan penginapan PTPN ini gaduh dengan suara para peserta yang tentu saja bisa saling mengecoh antar kelompok. Permainan ini mengajarkan, hal yang utama adalah bagaimana mengenal dan mendengarkan suara sang induk.

Durasi dua jam untuk permainan, benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh tim YTWR. Setelah gaduh di luar ruangan para peserta kembali bermain di dalam ruangan dengan lebih tenang, melalui permainan Maze yang dipandu oleh Paulina. Sesuai namanya, melalui permainan ini para peserta dalam tiap-tiap kelompok harus membuat jalur dalam kotak-kotak jalur yang sudah disiapkan oleh tim YTWR. Jalur yang dibuat oleh peserta harus sesuai dengan jalur yang diciptakan oleh tim YTWR. Itu sebabnya, para peserta yang dibagi dalam tiga kelompok yang diarahkan oleh tiga pemandu ini harus bisa menebak, konsentrasi, melatih daya ingat bahkan rela menjadi korban sebagai perintis/pembuka jalan. Kali ini, kegiatan mendengar berada dalam prosentase yang kecil. Sekalipun prosentasenya kecil, ternyata mendengar juga tidak bisa dianggap enteng. Ini menjadi pelajaran penting bagi para peserta. Seiring berjalannya waktu, ternyata antusiasme para peserta tetap tinggi, sehingga ini membakar semangat tim YTWR juga untuk melanjutkan permainan sekalipun waktu yang tersedia hanya tersisa 25 menit.

Gerakan Pengacau Pendengaran adalah permainan yang benar-benar heboh. Para peserta dibagi dalam tiga kelompok yang masing-masing bertugas sebagai pemberita, pendengar dan pengacau. Bisa dibayangkan betapa kacaunya suasana ketika para pemberita dan pendengar dikacaukan konsentrasi mereka. Kelompok pemberita dan pendengar harus punya trik khusus bahkan kode tertentu agar mereka bisa menyampaikan berita dan mendengar berita dengan baik tanpa terganggu oleh kelompok pengacau. Inilah makna dari permainan ini. Pelajaran rohani yang lain justru tercetus dari salah satu peserta yang mengungkapkan, “ternyata capek juga jadi pengacau”. Inilah yang harus terus diingat ketika kita menjadi pemberita atau pendengar, jangan sampai terganggu oleh pengacau, karena ada saatnya para pengacau juga akan kelelahan untuk mengacau. Waktu terus berjalan mendekati pukul 12.00 WIB dan masih ada satu kesempatan lagi untuk mengajak para peserta berkreasi melalui permainan. Sarung Giring Bola yang dipertandingkan oleh tiga kelompok dipimpin oleh Pak Nur Wadik selaku wasit. Permainan ini mengajarkan bagaimana kerjasama terus dibangun, komunikasi terus terjalin meskipun kita harus konsentrasi dengan tugas masing-masing.

Tanpa terasa dua jam berlalu dengan banyak permainan dan pelajaran rohani yang didapat. Acara dua jam ini terekam dengan baik melalui kamera foto yang dioperasikan oleh Pak Kariyono. Dan tepat di pukul 12.00 permainan harus dihentikan, agar para peserta bisa beristirahat untuk mengikuti kegiatan berikutnya. Ada saatnya para murid belajar pada guru dan ada saatnya para guru belajar pada sang Mahaguru yaitu Kristus. Pelajaran penting yang dibagikan adalah, mendengarkan harus menjadi dasar yang kuat ketika kita Berguru pada Sang Mahaguru.

Akhirnya, tim permainan YTWR harus kembali dalam tugas dan pelayanannya sementara Pdt. Yohanes Madhu (salah satu tim YTWR) dan Pdt. Markus Dominggu Lere Dawa (dari DPKA) masih akan berbagi berkat rohani pada para peserta dalam format yang berbeda. Sebelum berpisah, tim permainan YTWR juga berbagi buku dan topi pada tiap peserta sebagai hadiah untuk mereka sekaligus sebagai sarana promosi dan membangun relasi. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *