Kebencian yang diubahkan
Ia (kasih) tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Perselingkuhan termasuk masalah yang sangat populer saat ini. Perselingkuhan menjadi masalah yang paling banyak terjadi. Ketika perselingkuhan terjadi, banyak korban yang akan merasakan kecewa, termasuk anak dalam keluarga. Anita salah satunya. Ketika ayahnya melakukan perselingkuhan dan dia melihat sendiri ayahnya dengan wanita idaman lain, hatinya dibakar emosi. Bagaimana pengalaman Anita?
Anita adalah anak kedua dari 5 bersaudara. Diantara 5 bersaudara ini, dia hanya punya satu adik laki-laki di urutan ketiga. Ayah Anita seorang pegawai negri, sementara ibunya hanya ibu rumahtangga saja. Anita lahir di lingkungan keluarga Kristen. Masa kecilnya sangat taat dengan kegiatan gereja. Sekolah Minggu, persekutuan remaja, pemuda, semua diikuti dengan baik. Pertumbuhan rohaninya bagus. Secara umum, Anita dan keluarga sangat kompak. Mereka saling memperhatikan.
Anita mengikuti pendidikan dengan baik juga. SD sampai SMP dijalani dengan lancar dan dia memilih Sekolah kejuruan untuk kelanjutan pendidikannya. Pemikirannya sederhana saja. Selesai dengan pendidikan SMK, dia akan melamar pekerjaan supaya beban keluarga agak ringan.
Kenyamanan keluarga Anita mulai goyah, disaat diam-diam ayahnya punya wanita idaman lain. Awalnya Anita tidak curiga. Tetapi lama kelamaan bukan saja Anita curiga, bahkan Anita melihat sendiri ayahnya berjalan dengan wanita itu. Bagai terbakar kemarahan, segera Anita pulang dan melaporkannya pada ibunya. Diluar dugaan. Ibunya tidak marah, bahkan seolah menyembunyikan masalah ini. Anita bingung harus marah, atau harus bangga pada ibunya. Tapi kejadian itu menjadi awal kebencian Anita pada ayahnya. Sejak Anita SD, sebenarnya Anita sudah mendengar berita buruk tentang ayahnya. Tapi saat itu Anita tidak banyak mengerti. Ketika Anita usia remaja dan melihat sendiri ayahnya dengan wanita lain itu, Anita mulai emosi. Herannya Anita tidak pernah melihat pertengkaran ayah dan ibunya tentang masalah ini. Ya, itu mungkin masalah orangtua, jadi Anita pun tidak terlalu peduli, ibunya marah atau tidak. Tapi Anita benar-benar marah.
Saat Anita kelas dua SMK dia harus menjalani praktek kerja atau magang. Karena ayahnya seorang pegawai negeri, Anita mendapat kemudahan untuk magang di instansi tempat ayahnya berkarya. Sekalipun Anita mendapat kemudahan untuk magang, tetapi Anita masih menyimpan kebencian pada ayahnya. Semakin hari kebencian itu menjadi dendam, bahkan tersirat keinginan untuk membunuh ayahnya, meskipun dia sendiri tidak tau bagaimana caranya. Bagi Anita perbuatan ayahnya itu sangat memalukan. Meskipun ayahnya perhatian pada keluarga, tetapi bagi Anita perbuatan ayahnya sangat tidak bisa di terima. Apalagi mereka adalah keluarga Kristen. Kebencian Anita pada ayahnya semakin besar.
Anita magang di kantor itu, seolah tidak mengenal ayahnya. Bagi Anita ini bagian dari profesionalitas. Hampir-hampir dia tidak peduli pada ayahnya, karena Anita sendiri sibuk dengan pekerjaan yang menjadi tugasnya. Suatu pagi, masih di kantor itu, ayahnya mendapat telpon dari seseorang. Anita tidak tau dari siapa. Yang dilihatnya, ayahnya keluar ruangan untuk melanjutkan pembicaraan di telpon itu. Mungkin telpon dari ibu, pikir Anita. Setelah pembicaraan telpon berhenti ayahnya kembali masuk ke ruang kerja, tetapi bukan untuk melanjutkan pekerjaanya. Ayahnya menangis dan Anita tidak tau penyebabnya. Teman-teman di satu ruangan masih belum percaya melihat ayah Anita menangis. Mereka berpikir ayahnya hanya bercanda. Mereka syok begitu melihat ayah Anita pingsan. Anita pun terkejut melihat pemandangan itu. Dia heran. Siapa yang telpon tadi? Kenapa ayahnya menangis? Sekarang kenapa ayahnya mendadak pingsan? Sementara temen-teman di kantor membawa ayahnya ke rumahsakit, Anita yang baru dalam taraf belajar naik motor langsung memberanikan diri naik motor dan menjemput ibunya di rumah untuk mengajak ke rumahsakit. Hanya semalam ayahnya di rumahsakit dan esok paginya ayahnya dinyatakan meninggal.
Dalam kebingungan, tangis Anita masih tertahan. Dia masih penasaran dengan apa yang terjadi pada ayahnya. Masih ada pertanyaan dalam benaknya, siapa yang kemarin menelpon ayahnya? Apa yang membuat ayahnya menangis? Apa yang menyebabkan ayahnya pingsan? Semua pertanyaan belum lagi terjawab, kini ayahnya meninggal. Anita tidak merasa kehilangan. Bahkan dukacita pun tidak. Anita masih menyimpan kebencian pada ayahnya dan berpikir, mungkin bagus ayahnya meninggal, supaya perbuatannya tidak lebih mempermalukan keluarga. Ternyata pemikiran Anita salah.
Anita menangis sedih, ketika ia melihat ibunya menangis. Anita tersadar. Ayahnya pergi meninggalkan 5 anak dengan seorang istri yang tidak bekerja. Anita membayangkan bagaimana susahnya ibunya menghidupi 5 anak yang masih sekolah?
Tenaga medis menyatakan ayahnya meninggal karena tekanan darah tinggi. Tapi sepengetahuan Anita, sudah lama sekali ayahnya pernah mengalami gangguan darah tinggi dan sudah diobati bahkan tidak pernah mengeluh lagi. Seharusnya ibunya yang sakit kalau mendengar atau melihat tingkah laku ayahnya. Tapi ternyata tidak. Ibunya sangat kuat sangat tegar. Ibunya sangat pandai menyimpan pergumulannya menghadapi ayahnya. Bahkan ibunya tidak pernah bertengkar dengan ayahnya di depan anak-anak. Berulang kali ibunya selalu berpesan pada anak-anak : bagaimananpun juga ia adalah ayahmu. Anita sangat terkesan dengan ibunya.
Anita mencoba memikirkan hal yang postif tentang ayahnya. Ya, sekalipun perbuatan ayahnya tidak baik, tetapi sebenarnya ayahnya perhatian kepada keluarga. Ibu dan kakak adiknya tetap mendapat perhatian yang cukup. Tapi Anita masih tidak bisa terima dengan perbuatan ayahnya ini. Hal lain yang menyesakkan dada, Anita tidak pernah bisa berkomunikasi dengan ayahnya untuk membicarakan hal ini sampai ayahnya meninggal. Bahkan sebelum meninggal ayahnya tidak berpesan sepatah katapun pada keluarga.
Kehidupan harus terus berjalan. Anita dan keluarga melanjutkan kehidupannya dengan dana pensiun ayahnya. Kalau dihitung memang tidak cukup. Tetapi selalu ada cara Tuhan untuk memberkati Anita dan keluarga. Ibunya tidak punya pekerjaan tetap. Hanya saja ia bersedia membantu siapa saja yang membutuhkan tenaganya, entah itu mencuci, setrika, memasak dan sebagainya.
Akhirnya Anita berhasil menyelesaikan pendidikan SMK pariwisata. Sebenarnya kalau bicara cita-cita, Anita ingin jadi Polwan. Tapi karena ada bekas luka di bagian kaki, akhirnya Anita tidak lolos tes Polwan. Anita tetap bangga bisa menyelesaikan sekolah Pariwisatanya. Dulu ketika ayahnya masih hidup, banyak hal yang sudah direncanakan untuk kelanjutan pendidikannya. Tapi kini semuanya hilang, bahkan masalah mulai muncul. Anita ingin langsung kerja. Tapi betapa sulitnya mencari pekerjaan. Anita berpikir lain. Seandainya ayahnya masih hidup dan masih bekerja, mungkin dia bisa kuliah.
Suatu saat, ada seorang yang memberikan informasi tentang sekolah komunikasi. Tapi tempatnya di luar daerah bahkan pulau yang beda. Anita bingung. Di satu sisi ia ingin juga kuliah tapi di sisi lain bagaimana dengan biaya. Masih ada 3 adik yang membutuhkan biaya. Dengan cara Tuhan yang tak terduga, Anita mendapat kemudahan untuk kuliah di Jawa Timur, di salah satu Sekolah Theologia Jurusan komunikasi. Anita harus tinggal di asrama dan meninggalkan ibu juga saudara-saudaranya. Anita mengalami pembentukan mental yang luar biasa. Kedisiplinan, ketaatan, kerapian bahkan perubahan hidup, semua dialami Anita. Iman dan kerohaniannya juga diperbaharui. Bahkan kebencian pada ayahnya pun lepas di sini.
Kini di sekolah theologia ini Anita merasakan perubahan hidup yang luar biasa. Anita mohon ampun pada Tuhan atas kebenciannya pada ayahnya. Anita meyakini pengampunan Tuhan akan memulihan dan sudah memulihkan batinnya. Anita masih ingin membawa ibu dan saudaranya dalam doa pada Tuhan. Anita ingin mereka juga terlepas dari kebencian pada ayah. Mereka juga tetap mengingat Tuhan dan tidak meninggalkan Tuhan.
Memasuki tahun ketiga dalam perkuliahannya, Anita punya kerinduan yang dalam untuk bisa menjangkau banyak keluarga yang bermasalah. Anita berpikir, ketika iman dan kerohanian terus bertumbuh, masalah bisa diselesaikan. Ketika orangtua menjadi teladan bagi keluarga, masalah bisa dihindari. ketika komunikasi menjadi dasar utama dalam keluarga, masalah bisa diminimalkan. Ketika Tuhan Yesus menjadi kepala keluarga, rumahtangga akan tenteram.
Anita benar-benar tidak ingin menyimpan dendam pada ayahnya. Anita ingin membuang semua akar pahit tentang ayahnya. Anita ingin mengalami pemulihan sempurna dari Tuhan. Anita ingin terus dipimpin oleh Tuhan, yang mengubah hidupnya menjadi lebih baik.
Sahabat kisah, kasih tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Mari menikmati sentuhan kasih Tuhan dalam hidup kita.