SAATNYA GEREJA BERPERAN (Seminar Kekerasan dalam Rumah Tangga)

Di Indonesia kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) setiap tahun mengalami peningkatan. Ada beberapa faktor penyebab sehingga kasus-kasus KDRT bisa meningkat, salah satunya adalah masalah di dalam keluarga itu sendiri, seperti masalah-masalah pribadi, dan masalah antar anggota keluarga. Pertanyaan pentingnya : dalam kasus-kasus ini apakah KDRT terjadi juga dalam keluarga Kristen?
Segala kemungkinan memang bisa saja terjadi. Agar kasus KDRT bisa diminimalisir, masyarakat termasuk keluarga Kristen juga harus peduli dengan masalah ini. Sebenarnya kasus KDRT sudah memiliki payung hukum yang jelas dan dijamin dalam undang-undang (UU) yang disebut UU Penghapusan KDRT. Undang- undang ini diciptakan untuk mengurangi dan menghapus kekerasan yang biasa terjadi dalam lingkup rumahtangga. Sayangnya banyak masyarakat dan keluarga Kristen yang masih belum memahami tentang UU Penghapusan KDRT termasuk kasus apa saja yang bisa diatasi. Inilah yang melatarbelakangi YTWR bekerja sama dengan Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga Injili Indonesia (PGLII) Kota Batu mengadakan kegiatan Seminar KDRT pada tanggal 8 Agustus 2015. Pengetahuan dan pemahaman ini perlu disampaikan di kalangan Kristiani sekalipun, mengingat tidak menutup kemungkinan bahwa kasus KDRT bisa terjadi juga terjadi di lingkungan gereja dan keluarga Kristen. Untuk itulah para Hamba Tuhan perlu mendapat pembekalan tentang KDRT, apa itu KDRT, kasus apa saja yang termasuk KDRT, dan bagaimana penanganannya terhadap pelaku maupun korban. Kegiatan seminar ini dihadiri oleh 90 orang yang merupakan Hamba Tuhan maupun jemaat dari beberapa gereja yang tergabung dalam keanggotaan PGLII kota Batu. Selain itu para peserta yang hadir juga merupakan pendengar program ‘Sang Pemenang’, salah satu program yang ditujuan untuk para pria. Mengingat sebagaian besar kasus KDRT dilakukan oleh kaum pria, memang tepat rasanya kalau pembekalan ini juga sebagian besar diikuti oleh para pria, supaya mereka menjadi pria yang tangguh, bertanggung jawab dan pria yang tidak melakukan KDRT di lingkungan rumahtangganya. Kegiatan ini juga diikuti oleh beberapa orang perwakilan dari Badan Kerja Sama Gereja-gereja (BKSG) di Batu, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Setempat (PGIS) kota Batu, Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia (PGPI) Kota Batu dan juga Penyuluh Pembimas Kristen Protestan Kementrian Agama Kota Batu.
Seminar ini dilaksanakan di gedung Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) “Maranatha Family” yang berlokasi di jalan Panglima Sudirman III/ 232 Batu. Seminar KDRT bagian pertama yang dipandu oleh Pdt. Edmond Mnaohonin, M.Div. sebagai moderator, dan Dra. Yumei Astuti, M.Si. sebagai pembicara yang membahas dampak psikologis KDRT. Ibu Yumei yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Kota Batu dan juga tergabung dalam Pusat Pencegahan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2PTPA) Kota Batu ini; selain menjelaskan dampak-dampak psikologi yang bisa terjadi pada pelaku maupun korban KDRT, beliau juga berbagi pengalaman tentang kasus- kasus KDRT yang pernah ditanganinya. Pada kenyatannya, dampak psikologis yang dialami oleh pelaku maupun korban KDRT tidak bisa dikatakan ringan. Bahkan penanganannya perlu waktu yang panjang. Pendampingan juga harus dilakukan terus menerus. Mengingat betapa beratnya beban ini, Ibu Yumei menyarankan, lebih baik mencegah terjadinya KDRT. Tetapi bila KDRT memang sudah terjadi, perlu penanganan serius baik kepada pelaku maupun korban. Penjelasan ini penting, agar masyarakat Batu pada umumnya dan warga gereja pada khususnya paham bagaimana mencegah, bagaimana harus bertindak, dan kepada siapa mereka perlu meminta bantuan.
Bagian kedua dari seminar ini dipandu oleh Pdt. Kahar Hadiwinoto, M.Div. sebagai moderator, yang mendampingi Ibu Dr. Elfina L. Sahetapy, SH, LL.M. sebagai pembicara yang menjelaskan tentang hukum yang berkaitan dengan KDRT. Ibu dua putri yang biasa disapa Ibu Ina ini menjelaskan tentang aturan hukum yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU-PKDRT) yang perlu dipahami juga oleh anggota gereja. Masih banyak kelemahan dalam UU- PKDRT ini yang bisa menjadi peluang bagi seseorang yang melakukan KDRT, untuk mendapat hukuman yang sangat ringan atau bahkan tanpa hukuman. Ibu Ina juga menjelaskan tindakan apa saja yang masuk dalam kategori KDRT, siapa saja yang bisa menjadi korbannya dan apa sanksi bagi pelakunya. Pengalaman Ibu Ina sebagai salah seorang pakar hukum di Indonesia juga menemukan banyaknya kasus KDRT yang tidak tertangani dengan baik. Di hadapan para peserta yang adalah Hamba Tuhan dan anggota gereja, Ibu Ina menekankan sekaligus menantang, saat inilah peran gereja dibutuhkan. Betapa pentingnya peranan gereja dalam hal konseling dan pembinaan jemaat sehingga ketika jemaat mengalami masalah, mereka bisa mendapatkan solusi melalui gereja. Bahkan Ibu Ina juga menyarankan, sebagai anggota gereja jangan pernah memilih langkah hukum sebagai penyelesaiannya. Konflik memang tidak bisa dihindari, tetapi penyelesaian konflik dalam kasih Kristus jauh lebih berarti daripada ribuan langkah hukum yang ingin di tempuh. Gereja harus lebih banyak berperan untuk mencegah terjadinya KDRT dalam keluarga Kristen, supaya semakin banyak keluarga Kristen yang justru berperan juga untuk mencegah KDRT di lingkungan tempat tinggalnya.
Dua bagian seminar ini sekaligus menjadi jawaban atas berbagai pertanyaan dari para peserta. Sekalipun waktunya singkat, tetapi wawasan para Hamba Tuhan dan anggota gereja semakin terbuka dan bertambah; dan mereka menyadari ada tugas besar yang harus diemban bersama, untuk mencegah terjadinya KDRT baik di kalangan keluarga Kristen pada khususnya dan maupun keluarga-keluarga lain di Kota Batu pada umumnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *