Social Awareness hamba Tuhan
Pastoral Corner
Oleh: Pdt. Yohanes M.Madhu S.Th
Pengutusan adalah salah satu ciri yang sangat mencolok dalam model kepemimpinan Yesus Kristus ketika berada di dunia. Metode pelayanan Yesus dilakukan dengan 3 P yaitu perekrutan, pemuridan dan pengutusan. Perekrutan tidak bertujuan untuk menempati posisi atau jabatan dalam organisasi keagamaan. Perekrutan didasarkan pada tujuan akhir yaitu pengutusanm sebagaimana dicatat dalam kitab Suci,” Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman (Matius 28:19-20). Catatan lain menjelaskan lokasi pengutusan, “”Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (Matius 10:16). Catatan-catatan tersebut memberikan infomasi bahwa sasaran pelayanan para murid adalah semua bangsa dan di tengah tengah serigala. Semua bangsa merujuk pada komunitas manusia yang mendiami bumi dari berbagai latarbelakang. Sedangkan ke tengah-tengah serigala merupakan kiasan bahwa situsasi yang dihadapi adalah situasi yang tidak membuat nyaman, termasuk adanya ancaman keselamatan nyawa utusan itu sendiri. Oleh sebab itulah, Pengutusan oleh Tuhan disertai dengan jaminan,” Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” Sekalipun adanya jaminan penyertaan dari Tuhan, namun setiap utusan agar mampu membawa diri agar “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”
Setiap utusan (hamba Tuhan) perlu melengkapi diri dengan berbagai ketrampilan sebagai implementasi dari surat tugas pengutusan dari Tuhan. Berkaitan dengan tugas untuk berhubungan dengan orang, maka setiap hamba Tuhan perlu memiliki kecerdasan emosi (Emotional Intelligence). McShane dan Von Glinow (2010) menjelaskan bahwa Emotional Intelligence sebagai kemampuan merasakan dan menyatakan emosi, menerima dalam pemikiran, memahami dan mengatur emosi dalam diri dan orang lain. Salah satu dimensi dari kecerdasan emosi adalah Social Awareness. Social Awareness dapat dipahami sebagai sebuah kesadaran sosial yang akan menolong setiap hamba Tuhan untuk secara bijak memasuki ranah ini. Social Awareness adalah kemampuan merasa dan memahami emosi orang lain. Kemampuan ini ditunjukan oleh empati yaitu pemahaman tentang dan sensivitas pada perasaan, pemikiran orang lain (Wibowo, 2018:66).
Social Awareness memiliki unsur unsur seperti adanya kemampuan merasa dan kemampuan memahami emosi orang lain. Relasi dengan orang lain tidak semata mata tentang hal hal yang bersifat materi, namun relasi yang terdalam berkaitan dengan perasaan dan emosi orang lain. Emosi sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 6 antara lain: Marah, takut, sedih, kebahagiaan, ketakjuban, muak (Gibson, Ivanchevich, Donnelly dan Konopake, 2012). Ketrampilan untuk memahami denyut nadi sosial yang diekpresikan melalui perasaan dan emosi akan menolong setiap hamba Tuhan agar berhati hati dalam berbicara dan berperilaku. Itulah sebabnya, Yesus Kristus menasehati,” hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” Setiap hamba Tuhan wajib membangun hubungan yang baik dengan masyarakat. Hubungan yang baik akan terjadi jika seorang hamba Tuhan mengasah ketrampilan melalui kecerdasan emosinya yaitu social Awareness.
Kemampuan untuk merasa adalah sebuah kepekaan menempatkan diri pada perasaan orang lain. Ketika menemukan orang yang sedih, maka seorang hamba Tuhan hadir untuk memberikan penghiburan. Ketika menemukan orang yang terluka, maka seorang hamba Tuhan hadir untuk menyembuhkan. Ketika menemukan orang yang kelaparan, maka seorang hamba Tuhan hadir untuk memberi mereka makan. Bahkan Ketika menemukan orang yang kesepian, terbuang, seorang hamba Tuhan hadir untuk menjadi teman mereka. Social Awareness ini sudah dijelaskan langsung oleh Yesus Kristus, Ketika Ia berkata,” Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku (Matius 25:35-36)
Kemampuan memahami emosi orang lain adalah sisi lain dari social awareness. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa emosi dapat diklasifikasikan menjadi 6 yaitu: marah, takut, sedih, Bahagia, takjub, muak. Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka setiap hamba Tuhan perlu memiliki ketrampilan memahami emosi orang lain. Selalu bertanya dalam diri, apa yang membuat orang marah, takut, sedih, bahagia, takjub dan muak. Kepekaan untuk memahami emosi orang lain diperoleh melalui bergaul dengan orang orang disekitar kita. Melalui mendengar dan bertanya, kita akan memahami apa yang membuat seseorang menjadi marah, takut, bahagia, takjub, sedih bahkan muak. Kemampuan untuk memahami emosi orang lain akan menolong setiap hamba Tuhan berhasil dalam tugas pengutusannya.
Memiliki kepekaan terhadap perasaan dan pemikiran orang lain merupakan cara untuk membangun hubungan yang baik dan sehat. Nilai nilai yang benar tidak akan diterima dengan baik ketika terjadinya hubungan yang tidak baik. Kegagalan terjadi bukan karena pesan yang dibawa tidak benar, melainkan karena ketidakmampuan untuk membangun hubungan yang baik melalui kepekaan terhadap perasaan dan pemikiran orang lain. Oleh sebab itu, kemampuan untuk merasa dan memahami perasaan dan pemikiran orang lain perlu dimiliki oleh setiap hamba Tuhan agar terwujudnya pesan Tuhan, “, jadikanlah semua bangsa murid-Ku”.