Pemulihan Hubungan
Penulis: Pdt. Yohanes M.Madhu, S.Th.,M.M.
Perjalanan hidup sebagai orang percaya adalah perjalanan hidup karena iman. Iman merupakan landasan untuk memahami Allah yang tidak kelihatan berdasarkan Firman-Nya dalam kitab suci. Dalam catatan Kitab Suci, Bangsa Israel menjadi model yang mewakili umat Tuhan di muka bumi dalam hal pengalaman hidup mereka bersama dengan Tuhan. Perjalanan hidup mereka bukanlah sebuah prestasi yang patut dibanggakan, melainkan seringkali disebut sebagai sebuah cela. Mereka sangat sering tidak percaya kepada Tuhan, bahkan memberontak pada kehendak-Nya. Itulah keadaan manusia yang sesungguhnya yang diwarnai oleh pengalaman ketidakpercayaan dan pembrontakan.
Dalam Kitab Ulangan 30:3, dicatat sebagai berikut, ”maka TUHAN, Allahmu, akan memulihkan keadaanmu dan akan menyayangi engkau. Ia akan mengumpulkan engkau kembali dari segala bangsa, ke mana TUHAN, Allahmu, telah menyerakkan engkau” Catatan ini memberikan sebuah gambaran kondisi umat Tuhan yang mengalami keadaan yang tidak selalu baik. Oleh sebab itulah maka janji Tuhan untuk memulihkan keadaan mereka, bahkan kembali menyayangi mereka. Umat Tuhan diizinkan mengalami keadaan tidak nyaman karena terserak dari tempatnya yang nyaman. Namun Tuhan berjanji akan mengumpulkan mereka kembali. Kata ”Memulihkan” dalam konteks ini mempergunakan kata ”Sub/Shoob” yang memiliki makna membawa kembali atau mengembalikan ke tempat yang semestinya. Apa Maknanya? Maknanya adalah bahwa Tuhan menghendaki mereka tetap menerima Berkat yang sudah dijanjikan kepada Nenek Moyang mereka yaitu Abraham. Dalam Kejadian 12:2, dicatat,” Menjadi bangsa yang besar, nama yang masyur dan menjadi berkat. Dalam realitanya justru sebaliknya, mereka diperbudak, nama mereka seakan-akan pudar dan tidak mampu menjadi berkat bagi bangsa lainnya. Rasa bangga sebagai umat pilihan seakan sirna karena rasa malu menjadi bangsa yang tertawan. Inilah fakta kehidupan antara harapan dan kenyataan ternyata tidak selalu selaras. Oleh sebab itulah, tidak ada cara lain bagi umat Tuhan adalah bahwa umat Tuhan perlu menerima pemulihahan dari Allah.
Dalam konteks masa kini, maka dimensi pemulihan oleh Tuhan itu bekerja secara menyeluruh dalam kehidupan umat Tuhan. Dimensi pemulihan Allah itu dapat dipahami dalam beberapa hal:
- Pemulihan hubungan dengan Tuhan
Pemulihan hubungan dengan Tuhan adalah pondasi bagi pemulihan pada dimensi lainnya. Mengapa pemulihan dengan Tuhan menjadi dasar bagi pemulihan pada dimensi lainnya? Karena manusia adalah ciptaan Tuhan, dan manusia adalah gambar Allah itu sendiri. Manusia sebagai gambar Allah menjadi rusak karena dalam kesadarannya manusia telah memberontak kepada Allah. Manusia telah jatuh dalam dosa dan upah dosa adalah maut (keterpisahan dengan Allah). Manusia yang terpisah dengan Allah akan mengalami hidup tanpa pengharapan. Itulah sebabnya, Rasul Paulus menegaskan,” ”Dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah (I Korintus 5:20b). Didamaikan dengan Allah bukanlah sebuah keadaan yang dapat diukur dengan situasi konflik, dan masing masing yang berseteru memiliki level yang sama. Bukanlah seperti itu!. Sebaliknya, didamaikan dengan Allah adalah kasih karunia-Nya bagi manusia yang berdosa untuk menerima pengampunan-Nya dalam Tuhan Yesus Kristus. Didamaikan dengan Allah berarti bahwa Allah membuka Diri-Nya bagi manusia berdosa untuk datang kepada-Nya. Dan Pendamaian ini adalah karyaNya, bukan usaha manusia. Dalam II Korintus 5:19, dicatat,”Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka.” Manusia yang menerima pendamaian yang disediakan oleh Allah, maka mereka akan menerima damai dan sejahtera. Damai sejahtera inilah menjadi dasar manusia menerima pemulihan pada dimensi dimensi lain dalam kehidupan mereka.
- Pemulihan Hubungan dengan Diri sendiri
Pemulihan hubungan dengan diri sendiri, terkadang tidak mendapat perhatian karena menganggap diri tidak ada masalah. Ketidakmampuan untuk berdamai dengan diri sendiri merupakan kegagalan memahami pendamaian dari Allah yang berdampak pada relasi dengan orang lain. Berdamai dengan diri sendiri adalah kehendak Allah, sebagai mana dicatat dalam kitab Suci, ”Dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Lukas 10:27b). Memulihkan hubungan dengan diri sendiri adalah bentuk nyata dari mencintai diri sendiri. Ini bukanlah mementingkan diri sendiri, melainkan menerima diri dengan penuh ucapan syukur dan bertanggungjawab. Banyak orang menjadi kecewa dengan dirinya sendiri, karena belum mampu memahami bahwa diriku adalah karya Allah yang paling istimewa. Setiap pribadi adalah unik dan istimewa di hadapan Allah. Bahkan kitab Suci mencatat,” Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau” Yesaya 43:4a). Manusia yang telah pulih hubungannya dengan diri sendiri, maka akan mampu membangun hubungan dengan sesamanya.
- Pemulihan hubungan dengan sesama
Terganggunya relasi dengan sesama merupakan tanda terjadinya ketidakberesan hubungan dengan Tuhan dan diri sendiri. Orang yang tidak hidup dalam damai sejahtera, cenderung menjadi orang tidak tenang, gelisah dan penuh ketakutan. Rusaknya citra diri akibat belum mampu menerima diri sebagai karya Allah yang istimewa, cenderung menjadi pribadi yang belum mampu membangun hubungan dengan orang lain. Dasar untuk membangun hubungan dengan orang lain adalah kedamaian dalam diri sendiri. Kitab Suci mencatat,” ”Dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Lukas 10:27b)
Pemulihan hubungan adalah cara untuk menerima berkat-berkat dari Tuhan. Oleh sebab itu, mulailah dengan menerima pendamaian dari Allah dalam Yesus Kristus, Berdamailah dengan dirimu sendiri, maka relasi dengan sesama akan harmonis. Pemulihan hubungan memberi dampak positif, baik bagi diri sendiri dan juga dengan orang lain. Karena itu, pemulihan hubungan adalah hal yang mendasar dalam kehidupan orang orang percaya agar hidup diberkati dan menjadi berkat bagi dunia ini.