Umum

Tujuan Allah Dalam Keluarga

Oleh: Otty Priambodo, S.Th.

Sejak Allah mulai mengadakan perjanjian-perjanjian dengan manusia, Dia mengadakan perjanjian itu dengan keluarga-keluarga.  Allah berjanji kepada Nuh, Abraham, Yakub. Janji-janji mengenai berkat dan keselamatan disampaikan kepada pribadi-pribadi dan keturunan mereka. Mulai dari Abraham, janji Allah diberikan kepada Ishak dan bukan kepada Ismael. Janji Allah juga diberikan kepada Yakub dan bukan kepada Esau. Melalui suku Yehuda, Allah mengadakan perjanjian dengan Daud dan keturunannya. Kepada Daud menjadi wakil atau tanda yang menunjuk kepada orang lain. Sesudah Daud dan Salomo, para nabi mulai berbicara lain tentang Daud – yaitu, salah satu keturunannya yang akan menyelamatkan rakyat. Dil dalam Perjanjian Baru, sebelum kelahiran Yesus Kristus,  Maria diberitahukan bahwa Yesus adalah orang yang akan menjadi raja atas rumah Yakub dan diberikan takhta bapaknya, Daud (Luk 1:32,33). Ada perkembangan secara nyata sedikit demi sedikit, namun pasti dan jelas  bahwa bangsa-bangsa non Yahudi akan termasuk juga dalam perjanjian-Nya. Dalam Lukas 2:29-32 mengatakan: ”Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu,  yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa,  yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.”

Melalui rumah Yakub terbuka bagi orang-orang non Yahudi, sehingga yang awalnya sebagai keluarga manusia biasa, telah diubah menjadi keluarga Allah. Yang awalnya sebagai suku kecil terpilih menjadi seperti keluarga asal Adam.  Paulus menggambarkan apa yang terjadi dalam Efesus 2:11-22 dengan mengatakan “Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu — sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya “sunat”, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, — bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu. Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang “jauh” dan damai sejahtera kepada mereka yang “dekat”, karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.  Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.”

Jadi, mereka yang untuk beberapa saat menjadi orang luar dan bukan anggota keluarga atau bangsa Israel, didekatkan kepada Allah melalui darah Kristus. Kedua bagian besar dari manusia – orang Yahudi dan  orang bukan Yahudi – diciptakan satu manusia baru dalam Kristus. Kelompok baru ini adalah tubuh Kristus, umat Allah, keluarga Allah, rumah tempat Allah mendiami, bait Allah tempat Ia tinggal melalui Roh-Nya.

Keluarga Abraham yang membawa perjanjian diubah menjadi jemaat di mana janji-janji itu mencapai pemenuhan. Paulus melihat jemaat sebagai keluarga dalam Efesus 3:14-15 dan berdoa bahwa di dalam kehidupan, para anggota dapat memiliki kasih satu sama lain agar mereka mengalami kehadiran Allah dalam kehidupan bersama (Efesus 3:16-19).

Keluarga adalah tempat manusia beranak cucu dan berkembang biak. Keluarga sebagai tempat orang-orang diajarkan takut kepada Allah, belajar serta ingat apa yang menjadi pesan Allah (Ulangan 6:4-9). Keluarga memiliki peran penting di dalam maksud Allah, karena hubungan di dalamnya juga merupakan hubungan dalam keluarga  jemaat. Dalam keluarga  itulah beberapa segi dari kehidupan Allah harus diasuh. 

Melalui keluarga ada tugas untuk membesarkan anak. Mengajarkan anak-anak akan iman sebagai tugas orang tua sebelum tugas jemaat sebagai keluarga Kristus. Hubungan di tempat kerja bagi keluarga yang mempekerjakan seseorang adalah tanggung jawab keluarga sebelum  tanggung jawab negara dalam skopus  yang lebih besar. Untuk itu salah satu tugas  penting bagi pemimpin keluarga pertama-tama mengerti  tentang  keluarga  dan bagaimana mencocokkannya dalam maksud Allah. Seorang pemimpin keluarga harus berusaha keras memajukan tugas-tugas utama keluarga. Tugas utama dalam keluarga:  saling tunduk, yaitu saling berlaku dengan cara menerima pertanggungjawaban penuh atas peran mereka yang berbeda; saling membangun dalam iman Kristus; mengajar anak-anak dan orang lain yang tinggal di rumah agar  dapat mengenal Kristus serta memelihara kelakuan di rumah tangga yang sesuai dengan kesalehan dan ukuran nilai-nilai yang diterima pada umumnya.

Dalam keluarga Kristen, orang tua dan secara khusus seorang ayah, memiliki tanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan kehidupan keluarga, termasuk pertumbuhan rohani mereka. Hal penting berkaitan dengan keluarga Kristen yang di dalamnya terdapat tanggung jawab kehidupan secara rohani adalah: 

Pertamakeluarga sebagai tempat penanaman iman.  Semua anggota keluarga  dapat bersama-sama membagi iman dalam Allah. Anak-anak tidak memerlukan pengalaman dewasa untuk mengimani Allah.  Anak-anak beriman secara alamiah dan konkret melalui kebersamaan dalam sebuah keluarga. Orang tua memberikan teladan kepada anak-anak sebagai anggota keluarga dalam mempraktekkan iman. Pengalaman mempraktekkan iman itu bagian yang penting dalam keluarga. Di sini orang tua berperan membiarkan iman itu menjadi pintu menuju pengalaman, dengan membantu anak-anak menerapkannya di dalam kegiatan sehari-hari.  Ketika orang tua mengajak anak-anak berdoa, tidak cukup bagi anak-anak berdoa pada hanya waktu tidur. Orang tua harus membantu anak-anak berdoa dengan iman untuk hal-hal yang yang berkaitan  dengan kehidupan mereka atau kehidupan keluarga;  pada saat anggota keluarga sedang sakit, merencanakan kegiatan  bersama dalam keluarga dan hal-hal yang nyata dalam hidup bersama dengan orang tua, kakak, adik dan anggota keluarga yang ada di dalamnya.  Dengan cara ini anak-anak mulai melihat iman bekerja dalam cara yang  khusus dan nyata.

Alkitab memberikan model atau cara kepada orang Israel mengenai pengajaran rohani terdapat di dalam Ulangan 6:4-9 yang mengatakan: “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.  Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,  haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”  Alkitab menegaskan nilai pengajaran yang informal dan berhubungan di rumah.   Terkadang  orang beranggapan bahwa pendidikan di rumah seharusnya menjadi seperti di sekolah formal. Tetapi, cara yang disampaikan oleh Alkitab dalam Ulangan adalah model yang lebih baik untuk pendidikan Kristen dibandingkan dengan model sekolah secara formal.

Kedua, orang tua berperan sebagai imam di dalam keluarga. Peran orang tua secara rohani adalah  membawa kehidupan Allah kepada anak-anak, dan membawa anak-anak kepada Allah. Peran dua arah ini sangat penting dalam perkara rohani keluarga. Orang tua harus menjadi pendoa syafaat untuk anak-anaknya maupun penyedia kehidupan Allah kepadanya.

Ketiga, keluarga menjadi saksi di tengah kehidupan dunia. Keluarga yang bersaksi menjadi pusat kemantapan, damai, dan kasih, karena kuasa kehidupan merupakan ketertarikan bagi orang lain. Keluarga memperlihatkan kasih Kristus  kepada dunia dan menjadi cara untuk orang lain mengalami kasih dan hidup Allah. Keluarga Kristen  bukan eksklusif yang hanya dibatasi oleh kepentingan dan urusan komunitas kecil,   tetapi  memiliki  tempat dan  waktu untuk orang luar yang lebih luas dari komunitasnya sebagai orang Kristen.  Hal ini tidak lain supaya dunia tahu bahwa  keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *